Jauh dari hiruk pikuk Kuta dan Seminyak, Desa Adat Penglipuran di Kabupaten Bangli menyuguhkan wajah lain dari Bali — tenang, tertata, dan sarat nilai budaya. Desa ini kerap dijuluki “desa terbersih di dunia” karena kebersihan dan keteraturannya yang luar biasa.
Bagi banyak wisatawan, Penglipuran bukan hanya destinasi, tapi pengalaman spiritual. Saat melangkah di jalan batu rapi yang diapit rumah-rumah tradisional dengan atap bambu, pengunjung seolah kembali ke masa lalu — ke Bali yang masih alami dan berakar pada adat.
Sejarah dan Makna Nama Penglipuran
Nama “Penglipuran” berasal dari kata “Pengeling Pura” yang berarti “tempat suci untuk mengenang para leluhur.” Desa ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu, didirikan oleh masyarakat Bali Aga yang masih memegang teguh adat dan sistem sosial tradisional.
Uniknya, meski dunia modern telah masuk, tata cara kehidupan di sini tetap dipertahankan. Setiap rumah memiliki ukuran dan bentuk serupa, mencerminkan prinsip kesetaraan dan kebersamaan.
Kehidupan dan Tradisi yang Tetap Hidup
Penduduk Penglipuran masih menjaga Tri Hita Karana, filosofi hidup yang menekankan keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan. Filosofi ini tampak nyata dalam:
Arsitektur rumah: Semua rumah menghadap ke arah gunung, melambangkan penghormatan pada alam.
Kebersihan lingkungan: Tidak ada kendaraan bermotor yang boleh masuk ke area inti desa.
Gotong royong: Warga membersihkan lingkungan bersama setiap pagi — bukan karena aturan, tapi kesadaran kolektif.
Selain itu, Penglipuran memiliki “Hutan Bambu” seluas 75 hektar yang menjadi paru-paru alami desa. Suara gesekan bambu dihembus angin menjadi musik alami yang menenangkan.
Daya Tarik Wisata di Penglipuran
Rumah Adat Simetris
Setiap rumah di Penglipuran punya tata letak yang sama: halaman depan untuk pura keluarga, rumah utama di tengah, dan dapur di belakang.
Wisatawan bisa masuk dan berbincang langsung dengan warga yang ramah, bahkan mencicipi Loloh Cemcem, minuman herbal khas desa.
Festival Adat dan Upacara Keagamaan
Setiap tahun, berbagai ritual adat seperti Ngusaba dan Galungan digelar meriah. Bagi wisatawan, ini kesempatan langka menyaksikan warisan spiritual Bali yang otentik.
Wisata Edukasi dan Ekowisata
Pemerintah daerah dan masyarakat setempat mengembangkan program wisata edukasi, di mana pengunjung bisa belajar menenun, membuat sesajen, atau menanam bambu.
Kuliner Lokal Tradisional
Di sekitar area wisata, tersedia makanan khas Bangli seperti Tipat Cantok, Lawar Kuwir, dan Loloh Cemcem. Semua disajikan oleh warga desa dalam suasana kekeluargaan.
Penghargaan dan Pengakuan Dunia
Desa Penglipuran telah menerima berbagai penghargaan internasional, antara lain:
Green Destinations Award sebagai salah satu dari tiga desa terbersih di dunia (bersama Oshin Kyoto dan Giethoorn Belanda).
ASEAN Sustainable Tourism Award 2023 karena pengelolaan wisata berbasis komunitas yang sukses.
Kehadiran turis tidak merusak harmoni, karena setiap pengunjung dihimbau menghormati adat dan menjaga kebersihan selama di area desa.
Tips Berkunjung ke Desa Adat Penglipuran
Waktu terbaik: Pagi hari sebelum ramai pengunjung atau sore menjelang senja.
Tiket masuk: Sekitar Rp 25.000 untuk wisatawan domestik.
Pakaian: Gunakan pakaian sopan dan hindari berbicara keras di area pura.
Akses: Desa ini berjarak sekitar 45 menit perjalanan dari Ubud atau 2 jam dari Denpasar.
Desa Adat Penglipuran adalah simbol nyata bahwa kemajuan dan tradisi bisa berjalan beriringan. Di tengah gempuran globalisasi, masyarakatnya tetap setia pada akar budaya dan kearifan lokal.
Bagi siapa pun yang mencari ketenangan, keindahan, dan pelajaran tentang harmoni hidup, Penglipuran adalah destinasi yang wajib dikunjungi setidaknya sekali dalam seumur hidup.